Selamat Datang di Website

Desa Batuan

Desa Batuan

Desa Batuan terletak di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 土 40 ha, yang meliputi persawahan, tegalan, dan pemukiman (perumahan). Adapun batas-batas wilayah Desa Batuan sebagai berikut

Utara: Desa Batuan Kaler
Timur: Desa Kemenuh
Selatan: Desa Sukawati
Barat: Desa Singapadu Tengah.

Sejarah Desa

Pada zaman pemerintahan dinasti Warmadewa di Bali, Desa Batuan dikenal dengan dengan sebutan Desa Baturan, yang berasal dari kata batu dikarenakan di daerah ini adalah daerah yang berbatu. Kemudian terjadilah perubahan pengucapan dari Baturan menjadi Batuan seperti yang dikenal hingga saat ini. Sejarah Desa Batuan dapat dijumpai dari peninggalan prasasti yang terdapat di Pura Hyang Tibha yang masih dalam kesatuan Desa Batuan Kaler. Pada masa pemerintahan Shri Aji Dharmmodayana Warmadewa (Raja Udayana) didampingi oleh permaisurinya yakni Shri Gunaprya Darmapatni, beliau mempunyai staf yang bernama...

0 +

Laki-Laki

0 +

Perempuan

0 +

Jumlah Penduduk

Peninggalan Sejarah

0

Pelinggih

0

Arca

0

Candi

0

Bangunan

Latest Media

A small river named Duden flows by their place and supplies it with the necessary regelialia. It is a paradise

Desa Batuan

Desa Batuan terletak di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 土 40 ha, yang meliputi persawahan, tegalan, dan pemukiman (perumahan). Adapun batas-batas wilayah Desa Batuan sebagai berikut:

Utara: Desa Batuan Kaler
Timur: Desa Kemenuh
Selatan: Desa Sukawati
Barat: Desa Singapadu Tengah.

Selain desa budaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar juga terkenal dengan seni rupa, seni tari/tabuh serta seni sastra. Selain itu terdapat potensi lain yang menjadi daya tarik daerah ini yaitu keberadaan dari Pura Puseh Batuan yang banyak dikunjungi wisatawan. Keberadaan Pura Puseh Batuan selain sebagai Pura Kahyangan Desa, juga termasuk pura kuno karena memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang dan di dalam pura terdapat peninggalan-peninggalan purbakala yang masih dijaga dan dilestarikan serta dikeramatkan sampai saat ini.

Sejarah Desa

Pura Puseh Pura Desa Desa Adat Batuan

Pada zaman pemerintahan dinasti Warmadewa di Bali, Desa Batuan dikenal dengan dengan sebutan Desa Baturan, yang berasal dari kata batu dikarenakan di daerah ini adalah daerah yang berbatu. Kemudian terjadilah perubahan pengucapan dari Baturan menjadi Batuan seperti yang dikenal hingga saat ini. Sejarah Desa Batuan dapat dijumpai dari peninggalan prasasti yang terdapat di Pura Hyang Tibha yang masih dalam kesatuan Desa Batuan Kaler. Pada masa pemerintahan Shri Aji Dharmmodayana Warmadewa (Raja Udayana) didampingi oleh permaisurinya yakni Shri Gunaprya Darmapatni, beliau mempunyai staf yang bernama Senapati Kuturan. Staf khusus ini diberi pengarahan agar berusaha menertibkan tata kemasyarakatan penduduk Bali. Senapati Kuturan menempuh jalan Bhisuka menjadi Mpu Kuturan guna mengamalkan dharmanya selaku guru agama dan budaya. Untuk menciptakan ketertiban serta menegakan kembali sendi-sendi agama serta budaya masyarakat Bali, maka Mpu Kuturan mengadakan musyawarah besar (maha saba) yang dihadiri oleh para pemuka masyarakat serta para Pendeta Siwa- Buddha yang bertempat di Samuan Tiga. Musyawarah tersebut mendapatkan keputusan dan menetapkan bahwa makna paham Tri Sakti atau Tri Purusa harus dipulihkan kembali. Akhirnya terlaksanalah pengertian Tri Purusa landasan dari dibangunnya pura khayangan tiga yang melambangkan Utpeti, Stiti Pralina (Monografi Desa Batuan, tahun 2016). Pura Kahyangan Tiga yang berada di wilayah Desa Batuan langsung di bawah pengawasan kerajaan Sri Aji Darmmodayana

 Warmadewa, pemeliharaan Pura Kahyangan Tiga itu dilanjutkan oleh putranya yang menggantikan kedudukan Raja Udayana sebagai Raja di Bali yang bergelar Shri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja. Sesuai dengan makna Prasasti Batuan yang kini tersimpan di Pura Puseh Batuan berangka tahun 944 Ḉaka (1022 Masehi) pada waktu itu krama Desa Batuan, di bawah pimpinan seorang pertapa bernama Bhiksu Widiya, kepala warga desa Bhiksu Sukaji, dan juru tulis desa yang bernama Mamudri Gawan.

Mereka beserta para perangkat desa lainnya, hendak menghadap ke hadapan Raja, dengan diantar oleh Pandita Siwa bernama Mpu Gupit dari Nguda Laya, dengan maksud mengajukan permohonan agar Raja Marakata berkenan memberikan keringanan kepada para krama Desa Batuan sewilayahnya mengenai beberapa kewajiban antara lain :
● Membebaskan dari kewajiban ngayah rodi.
● Menghapuskan pengenaan tanggung jawab dari segala pajak pajak.
● Menghentikan menyuguhkan, (penangu) kepada para petugas kerajaan,
hanya yang masih tetap menjadi beban selanjutnya penyungsung adalah mengaturkan aci-aci terhadap Pura Kahyangan Tiga tersebut. Raja Sri Aji Darmawangsa Wardana Marakata sangat prihatin terhadap pemohon para krama Desa Batuan sewilayahnya. Raja berkenan untuk mengabulkan permohonan dari krama Desa Batuan dan sewilayahnya dengan surat keputusan yang terdapat di dalam Prasasti Batuan tersebut.